Kamis, Desember 11, 2008

bete bete : kisah para pencari sinyal..


bete - bete...

ini bukan judul lagunya dewiq, bukan pula ungkapan tentang sifat/kondisi lagi bad mood yang terkadang kita alami. bete bete adalah nama suatu desa, di kecamatan bahadopi kabupaten morowali, sulawesi tengah. yang ingin saya ceritakan bukan tentang desa bete bete nya, melainkan sebuah tempat, puncak sebuah bukit sebelum masuk ke desa tersebut kalo dari arah mess/camp perusahaan tempat saya bekerja. jaraknya kurang lebih 33 km dengan waktu tempuh sekitar satu jam lima belas menit.
daerah tersebut terletak kira-kira tiga km dari desa bete bete, namun untuk mempermudah kami menyebut/menamainya bete bete. tempat itu begitu familiar dan populer sekaligus tempat yang paling sering kami kunjungi disela rutinitas dan aktivitas kerja. bukan karena disitu ada tempat hiburan, cafe ataupun tempat rekreasi. tapi karena tempat itu adalah tempat terdekat dimana bisa mendapatkan sinyal telefon dari provider telekomunikasi yang mengkalim diri sebagai yang paling banyak pelanggannya. mungkin terdengar naif sekaligus ironi bagi kita yang tinggal di pulau jawa dimana sinyal telefon dari berbagai provider begitu mudah didapat dengan kualitas sinyal yang bagus,bahkan didalam kamar sekalipun. tapi itulah kenyataan, bahwa sinyal adalah sesuatu yang mahal dan perlu perjuangan untuk mendapatkannya, setidaknya bagi saya dan teman teman sekerja di site ini, juga masyarakat di sekitar daerah ini. (ini juga bisa menjadi bukti tentang belum meratanya pembangunan)

bagaimana tidak mahal dan penuh perjuangan, ketika kami telah lelah bekerja seharian kami harus menempuh perjalanan hampir 1,5 jam dengan kondisi jalan yang jauh dari kata mulus untuk sekedar bisa bertelepon. jalanan tanah, berbatu kadang berlumpur dengan banyak lubang di jalan yg kalo musim hujan bisa menjadi kolam. padahal jalan ini adalah jalan lintas propinsi, yang menghubungkan propinsi sulawesi tengah dan sulawesi tenggara. ini juga bisa menjadi bukti bahwa pembangunan dan kemajuan yang dicapai oleh bangsa kita belum merata. karena luasnya wilayah atau karena minimnya anggaran pembangunan? sepertinya complicated deh.
pada suatu saat pernah ada tebing yang longsor dan menutupi jalan. oleh warga desa sekitar untuk mendapatkan uang. mereka mengutip 'uang lewat' sebesar seratus ribu rupiah untuk setiap mobil yang lewat. dengan dalih mereka yang membuka dan membersihkan longsoran. setelah beberapa hari, tiba-tiba para pengutip tidak lagi beraksi. namun kutipan lain muncul, di desa sebelah. karena mobil yang kami pakai melewati jalan kampung dan menimbulkan kerusakan. yang ini 'resmi' karena ada karcis/tiket tanda terima retribusi dengan stempel desa. retribusi 'resmi' dan setengah memaksa ini besarnya sepuluh ribu rupiah. belum lagi resiko bocor ban mengingat kondisi jalan yang off the record, eh off the road..saya sendiri pernah mengalaminya.

meski banyak tantangan dan keterbatasan, toh kami dengan berbagai cara berusaha untuk tetap ke bete bete. bekerja jauh dari keluarga tentu membuat kita cepat jenuh dan rindu dengan orang orang tersayang (ciee..cieeee). selain itu kita juga ingin tahu kondisi dan kabar keluarga yang kita tinggalkan. ketika rutinitas dan pressure kerja mulai menimbulkan kepenatan dan kejenuhan. celoteh riang dan menggemaskan dari sikecil bagi yang sudah punya anak adalah salah satu pereda gejala stress itu. juga sapaan hangat dan mesra dari orang terkasih. pun ketika kita mengetahui kondisi dan kabar keluarga dalam keadaan baik dan sehat, kita bisa bekerja dengan lebih tenang. dengan sendirinya resiko terjadi kecelakaan kerja bisa berkurang..(kayak lagi safety talk neh).

kami biasanya ke bete-bete secara berombongan, menggunakan fasilitas perusahaan (mobil dan BBMnya). pada saat peak season satu mobil bisa mengangkut 20 penelpon (6-8 didalam kabin dan sisanya terpaksa ngejogrok di bak belakang). tidak ada jadwal yang pasti karena bisa dibilang ini adalah kegiatan 'terlarang', karena menggunakan fasilitas perusahaan diluar jam kerja. tapi karena kondisi kami terpaksa melakukannya, toh sudah saling tahu. bayangkan saja, seandainya kita terisolasi dan tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar selama dua bulan, tidak tahu kabar keluarga, saudara, pacar???ada 'jadwal tak resmi' yakni rabu malam dan sabtu malam. kami biasanya berangkat dari mess setelah makan malam, menelpon sekitar 2 jam kemudian pulang. sampai di mess sekitar jam dua belas malam atau jam satu dinihari. (saya sendiri pernah sampai mess jam dua dinihari, karena berangkat dari mess sekitar jam sepuluh malam). di luar jadwal dan patron tak resmi itu, kadang kala ada yang pergi juga, dengan berbagai alasan yang pastinya reasonable.

banyak kejadian dan pengalaman lucu, seru, konyol dalam kisah ke bete bete untuk mendapatkan sinyal ini. ada teman yang lupa bawa hape (betapa menyesalnya dia) dan ketika minggu depan kesana lagi ternyata oh ternyata simcardnya keluaran provider lain dan jelas tidak dapat sinyal. ada juga teman yang lupa men charge batere hape sehingga ketika sampai disana dia cuma bisa menelepon beberapa menit aja padahal perjalanan yang mesti ditempuh sekitar tiga jam pergi-pulang (yang ini saya juga pernah mengalaminya). pernah juga mobil rombongan teman bermasalah saat mau pulang. akhirnya ditarik dengan mobil lain sampai di mess. atau ketika stok bbm menipis, aktivitas ini diperketat dan bahkan dilarang sama sekali. namun masih ada yang mencari celah. ada yang 'nekat' naik motor (motor inventaris perusahaan juga, tapi bensin beli sendiri) bahkan ada yang bela belain nyewa motor (plus ngisi bensin tentunya). namun diantara itu semua ada yang lebih konyol sekaligus menjengkelkan. pas sampai disana sinyal blank, atau ada sinyal tapi tidak bisa nyambung. pada saat peak season juga susah nyambung. akhirnya yang terdengar adalah ucapan bernada jengkel, kecewa dan marah (ato frustasi yaaa?). sudah menempuh perjalanan sedemikian jauh tapi harapan untuk bisa menelpon keluarga dan orang terkasih tidak kesampaian..

apapun, bete bete tetap menjadi tujuan kami, para pencari sinyal..sekedar pelepas rindu dengan keluarga, istri, si buah hati, atau siapapun yang ingin kami telpon. sejenak mengurangi kepenatan disela rutininas kerja. menjalin silaturrahim dengan kawan, sodara dan relasi. memastikan keadaan dan kondisi keluarga yang ditinggal bekerja di rantau. kami akan kesana, ketika kami merasa ingin kesana..karena bekerja tidak hanya soal pekerjaan, ada nilai nilai tentang hidup dan hakikat kita sebagai manusia disana...

2 komentar: